Pangkalpinang, kejarberitanews.com — Belum lama berselang sekolah SMPN 6 Pangkalpinang masuk dalam pemberitaan. Ketika itu perihal proyek pembangunan ruang kelas baru yang disorot oleh warga sekitar. Belum habis bahasan soal proyek tadi usai, kini soal dugaan pungutan liar di kantin sekolah yang menyeruak ke publik, Jumat 21 Juli 2023.
“Kami per unit ruangannya dipungut sebesar lima belas juta rupiah sewa per tahunnya. Karena kami pikir cukup tinggi, maka kami dibolehkan mencicil besaran biaya tadi,” kata sumber redaksi -yang menolak namanya dimasukkan dalam pemberitaan- pada awak media.
Sumber -yang merupakan salah satu pengusaha makanan di kantin tadi- juga mengungkapkan bahwa selain dirinya ada empat orang lainnya yang memiliki nasib serupa dengan dirinya. Keempatnya serempak dikenakan diduga pungutan liar sebesar lima belas juta rupiah.
Baca juga:
“Kalau bisa tolonglah jangan pasang harga yang tinggi seperti itu. Karena kami cuma berjualan makanan ringan seharga seribu rupiah per potong saja. Sampai-sampai kami harus mencicil sebanyak dua atau tiga kali per bulan supaya terkejar setoran di akhir tahun,” ungkap sumber.
Dalam bukti yang didapatkan oleh tim media ini, terlihat ada enam kwitansi pada photo pertama dengan nominal sebesar @dua juta lima ratus ribu rupiah serta lima kwitansi dengan nominal berbeda ada yang @dua juta rupiah serta @tiga juta rupiah.
“Kami sudah cek ke Bakeuda apakah masuk dalam catatan pemasukan pajak atau tidak tapi sepanjang yang kami dapatkan infonya tidak ada yang bilang masuk kedalam catatan pemasukan pajak resmi,” sebut RB salah satu tim investigasi media.
Tim Investigasi Media disebut Media Online Abal-abal
Pihak Kepala Sekolah SMP 6, Ristina, Mpd saat ditemui di ruangannya bersikap maju mundur menghadapi konfirmasi tim investigasi media yang datang berkunjung ke ruangannya. Setelah dibuka obrolan pembuka berupa perkenalan, ibu Ristina diluar dugaan langsung menyerang mental tim investigasi dengan menyebutkan salah satu pentolan ormas LSM di Bangka Belitung.
“Oh yang ini siapa namanya? Dapat salam dari Bang Ad dari LSM A***, tahu kan?” sebut Ristina berharap serangan psikologisnya mengena ke mental teman media yang hadir.
Selanjutnya, konfirmasi berkembang hangat sebab Ibu Ristina tadi memicu genderang debat pada tim. Salah satu anggota tim Investigasi langsung melontarkan kalimat skak mat berupa dugaan pungli biaya sewa kantin sekolah -yang menurut bukti yang tertera- sebesar lima belas juta rupiah pertahunnya.
“Oh kalau itu..emmm.., iya tapi kan kita juga sudah, sudah kerjasama dengan Pemkot (Bakeuda -red). Jadi sebelum mereka melakukan, apa ya namanya, nah itu mekanisme soal pemasukan pajak, duit yang kami pungut ke pihak penyewa sudah ada,” elaknya.
Tim terus mengejar dengan konfirmasi mengenai benarkah sinyalemen yang beredar bahwa selain biaya sewa sebesar lima belas juta rupiah per kantin, para penyewa juga dibebankan dengan biaya pemakaian listrik. Ibu Ristina dengan sedikit terbata-bata menjawab sekenanya bahwa biaya tadi timbul secara otomatis karena mereka dianggap sudah memakai jasa bangunan di lingkungan sekolah.
“Jadi kan ada biaya BOSS (termasuk untuk pembayaran listrik di lingkungan sekolah), jadi sebelum tagihan itu timbul kan kalau uang dari penyewa sudah ada bisa digunakan untuk membayar tagihan listrik yang digunakan oleh para penyewa,” sebutnya dengan kalimat bertolak belakang.
Merasa tersudut, frame konfirmasi kemudian berpindah ke masalah proyek pembangunan ruang kelas baru. Di sesi ini Ibu Ristina mengucapkan terima kasih sudah diberi tahu soal kualitas bangunan yang menurut pengamatan media sebenarnya kurang sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan.
“Kalau soal teknis ada retak, atau ada keramik yang lepas ya saya tidak tahu soal hal yang begitu. Saya tahunya hanya soal saya diberi hibah bangunan baru ya saya gunakan sesuai petunjuk,” ucapnya.
Ketika tim investigasi media meminta pada pihak sekolah untuk turun langsung ke lokasi gedung baru, Ibu Ristina menyanggupinya, dan saat di lokasi Ibu Ristina barulah melihat dengan mata kepala sendiri soal kualitas bangunan yang di beberapa titik mengalami keretakan.
“Iya benar itu retak pak, sebab waktu dibangun kurang memikirkan posisi pondasi hingga tembok bangunan akhirnya alami keretakan,” aku seorang pekerja yang berada di lokasi.
Walaupun Ibu Ristina berupaya untuk melakukan pendekatan secara personal pada tim investigasi media, namun selentingan kabar tidak sedap sampai juga pada rombongan tim. Dimana menurut sumber redaksi ada oknum peserta rapat yang menyebut rombongan tim media sebagai media online abal-abal.
“Iya saya dengar seperti itu pak,” ungkapnya sambil mewanti-wanti agar namanya dirahasiakan. (red1)